Asbabun Nuzul Surat An Nur

Asbabun Nuzul Surah An-Nuur
asbabun nuzul surah alqur’an

11.”Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar*.
(an-Nuur: 11)

12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”
(an-Nuur: 12)

13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta.
(an-Nuur: 13)

14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
(an-Nuur: 14)

15. (ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal Dia pada sisi Allah adalah besar.
(an-Nuur: 15)

16. Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha suci Engkau (ya Tuhan kami), ini adalah Dusta yang besar.”
(an-Nuur: 16)

17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.
18. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(an-Nuur: 17)

19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
(an-Nuur: 19)

20. Dan Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar).
(an-Nuur: 20)

21. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
(an-Nuur: 21)

22. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang**,
(an-Nuur: 22)

*Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah s.a.w. ‘Aisyah r.a. Ummul Mu’minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya’ban 5 H. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula ‘Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. ‘Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. tiba-tiba Dia merasa kalungnya hilang, lalu Dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa ‘Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah ‘Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat Dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan Ibnu Mu’aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan Dia terkejut seraya mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, isteri Rasul!” ‘Aisyah terbangun. lalu Dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut Pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-desus. kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas ‘Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.
** Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa Dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri ‘Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema’afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) dll, yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abul Yasar. Bahwa apabila Rasulullah hendak bepergian, beliau mengundi dulu siapa di antara istrinya yang akan ikut serta dalam perjalanan itu. Demikian pula beliau akan mengundi istri-istrinya siapa yang akan diajak berperang. Pada suatu hari –kejadiannya setelah turun ayat hijab- kebetulan ‘Aisyah terundi untuk dibawa. ‘Aisyah digotong di atas tandu, dan tandu itu ditaruh di atas unta untuk kemudian berangkat. Setelah peperangan selesai, waktu pulang hampir mendekati Madinah, Rasulullah memberi izin untuk berhenti sebentar pada waktu malam. ‘Aisyah turun dan pergi buang air. Ketika kembali ke tempatnya, ‘Aisyah meraba dadanya, ternyata kalungnya hilang, sehingga ia kembali ke tempat tadi untuk mencari kalung itu. Lama ia mencarinya. Orang-orang yang memikul tandunya mengangkat kembali tandu itu ke atas unta yang dinaikinya. Mereka mengira bahwa ‘Aisyah ada di dalamnya, karena wanita-wanita pada waktu itu badannya enteng dan langsing-langsing, sehingga tidak begitu terasa bedannya tandu kosong dengan yang berisi.
Kalung itu ditemukannya kembali setelah pasukan Rasulullah berangkat, dan tak seorangpun yang masih ada di situ. ‘Aisyah duduk kembali di tempat berhenti tadi, dengan harapan orang-orang akan menjemputnya atau mencarinya. Ketika duduk di tempat istirahat tadi, ‘Aisyah mengantuk dan tertidur. Kebetulah Shafwan bin al-Mu’aththal, yang tertinggal oleh pasukan karena suatu halangan, pada pagi itu sampai di tempat pemberhentian ‘Aisyah. Shafwan melihat ada baying-bayang hitam manusia. Ia dapat mengenali ‘Aisyah karena pernah melihatnya sebelum turun ayat hijab. ‘Aisyah terbangun karena mendengan Shafwan mengucapkan “innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun (sesungguhnya kita semua milik Allah dan hanya kepada-Nya kita kembali) ketika ia mendapatkannya. ‘Aisyah segera menutup muka dengan kerudungnya. Tidak sepatah katapun yang diucapkan oleh ‘Aisyah. Iapun tidak mendengar ucapan dari Shafwan selain ucapan “innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun” tadi. Ketika itu untanya disuruh berlutut agar ‘Aisyah dapat naik ke atasnya. Kemudian Shafwan menuntun unta tersebut sehingga sampai ke tempat pasukan yang sedang berteduh di siang hari. Hal itulah yang terjadi pada diri ‘Aisyah. Maka celakalah orang yang menuduhnya dengan fitnah yang dilancarkan oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ketika sampai ke Madinah, ‘Aisyah menderita sakit selam satu bulan. Sementara orang-orang menyebarkan fitnah yang dibuat oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, tetapi ‘Aisyah sendiri tidak mengetahuinya. Setelah ‘Aisyah merasa sudah agak sembuh, ia memaksakan diri pergi buang air dibimbing Ummu Misthah. Ummu Misthah tergelincir dan dengan latah mengucapkan: “Celaka anakku si Misthah!” ‘Aisyah bertanya: “Mengapa engkau berkata demikian? Mencaci maki orang yang ikut dalam perang Badr?” Ummu Misthah berkata: “Wahai junjunganku. Tidakkah engkau mendengar apa yang ia katakan?” ‘Aisyah berkata: “Apa yang ia katakan?” Lalu Ummu Misthah menceritakan fitnah yang sudah tersebar luas itu, sehingga bertambahlah penyakit ‘Aisyah.
Pada suatu hari Rasulullah datang kepadanya (beliau tidak seperti biasanya memperlakukan ‘Aisyah), dan karenannya ‘Aisyah meminta izin untuk pergi kepada ibu-bapaknya untuk meyakinkan kabar yang tersebar itu. Rasulullah mengizinkannya. Dan ketika sampai di rumah orang tuanya, ‘Aisyah berkata kepada ibunya: “Wahai ibuku, apa yang mereka katakan tentang diriku?” Ibunya menjawab: “Wahai anakku, tabahkanlah dirimu. Demi Allah, sangat sedikit wanita cantik yang dicintai suaminya serta dimadu, melainkan akan banyak yang menghasutnya.” ‘Aisyah berkata: “Subhaanallaah (Maha Suci Allah), apakah sampai sejauh itu orang-orang menggunjingkan aku. Dan apakah hal ini juga sudah sampai kepada Rasulullah?” Ibunya mengiyakannya. ‘Aisyahpun menangis pada malam itu, sehingga pada pagi harinya air matanya tak henti-hentinya mengalir.
Pada suatu hari Rasulullah memanggil ‘Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid untuk membicarakan perceraian dengan istrinya, karena wahyu tidak kunjung turun. Usamah mengemukakan pendapatnya bahwa sepanjang pengetahuannya, keluarga Rasul itu adalah orang baik-baik. Ia berkata: “Ya Rasulullah, mereka itu adalah keluarga tuan dan kami mengetahui bahwa mereka itubaik.” Sedangkan ‘Ali berkata: “Allah tidak akan menyempitkan tuan. Di samping itu masih banyak wanita selainnya. Untuk itu sebaiknya tuan bertanya kepada Barirah (pembantu rumah tangga ‘Aisyah), pasti ia akan menerangkan yang benar.”
Kemudian Rasulullah memanggil Barirah, dan bertanya: “Hai Barirah, apakah engkau melihat hal-hal yang meragukan dirimu tentang ‘Aisyah?” Ia menjawab: “Demi Allah yang telah mengutus tuan dengan hak, jika aku melihat darinya suatu hal, tentu tak akan aku sembunyikan. ‘Aisyah itu hanyalah seorang yang masih sangat muda, masih suka tertidur di samping tepung yang sedang diadoni, dan membiarkan ternaknya memakan tepung itu karena tertidur.”
Maka berdirilah Rasulullah di atas mimbar meminta bukti dari ‘Abdullah bin Ubay bin Salul dengan berkata: “Wahai kaum Muslimin, siapakah yang dapat menunjukkan orang yang telah menyakiti keluargaku. Demi Allah aku tidak mengetahui tentang istriku kecuali kebaikan.” Pada waktu itu ‘Aisyah sedang menangis seharian tidak henti-hentinya. Demikian pula pada malam harinya, air matanya mengalir dan tidak sekejappun dapat tidur, sampai-sampai ibu bapaknya mengira bahwa tangisnya akan membelah jantungnya.
Ketika kedua orang tuanya menunggui ‘Aisyah menangis, datanglah seorang wanita Anshar meminta izin masuk. ‘Aisyah mengizinkannya. Wanita itupun duduk seraya menangis bersamanya. Ketika itu datanglah Rasulullah saw. memberi salam, lalu duduk serta bersyahadat dan berkata: “Ammaa ba’du (apapun sesudah itu), hai ‘Aisyah. Sesungguhnya sudah sampai ke telingaku hal-hal mengenai dirimu. Sekiranya engkau bersih, maka Allah akan membersihkan dirimu, dan jika engkau melakukan dosa, maka mintalah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya seseorang yang mengakui dosanya kemudian bertobat, Allah akan menerima tobatnya.” Setelah beliau selesai bicara, berkatalah ‘Aisyah kepada ayahnya: “Coba jawabkan untukku wahai ayahku.” Ayahnya berkata: “Apa yang mesti aku katakana?” Lalu ‘Aisyah berkata kepada ibunya: “Coba jawab perkataan Rasulullah untukku, wahai ibuku.” Ibunya pun menjawab: “Demi Allah apa yang harus aku katakan?” Akhirnya ‘Aisyah menjawab: “Aku ini seorang wanita yang masih sangat muda. Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa tuan telah mendengar persoalan ini sehingga mempengaruhi hati tuan, bahkan tuan mempercayainya. Sekiranya aku berkata bahwa aku bersih-dan Allah mengetahuinya bahwa aku bersih- , tuan tidak akan mempercayainya.” Hal ini terjadi setelah sebulan lamanya tidak turun wahyu berkenaan dengan peristiwa ‘Aisyah.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ‘Aisyah berkata: “Sekiranya aku mengakui bahwa aku melakukan suatu perbuatan, padahal Allah mengetahui bahwa aku suci dari perbuatan itu, pasti tuan akan mempercayai aku. Demi Allah, aku tidak mendapatkan sesuatu perumpamaan yang sejalan dengan peristiwa kita ini, kecuali yang diucapkan oleh ayah Nabi Yusuf: fa shabrun jamiiluw wallaahu musta’aanu ‘alaa tshifuun. (..maka kesabaran yang baik itulah [kesabaranku]. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang yang kamu ceritakan)” (Yusu: 18). Setelah itu iapun pindah dan berbaring di tempat tidurnya.
Belum juga Rasulullah meninggalkan tempat duduknya dan tak seorangpun penghuni rumah yang keluar, Allah menurunkan wahyu kepada beliau. Tampak sekali Rasulullah kepayahan, sebagaimana biasa apabila beliau menerima wahyu. Setelah selesai menerima wahyu, kalimat pertama kali yang beliau ucapkan adalah: “Bergembiralah wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkanmu.” Maka berkatalah ibunya kepada ‘Aisyah: “Bangunlah dan menghadap beliau. ‘Aisyah berkata: “Demi Allah, aku tidak akan bangun menghadap kepadanya, dan tidak akan memuji syukur kecuali kepada Allah yang telah menurunkan ayat yang menyatakan kesucianku.”, yaitu ayat innal ladziina jaa-uu bil ifki ‘ushbatum mingkum..(sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga..) hingga sepuluh ayat (an-Nuur: 11-20).
Setelah kejadian ini, Abu Bakr yang biasanya memberi nafkah kepada Misthah karena kekerabatan dan kefakirannya, berkata: “Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah lagi kepada Misthah karena ucapannya tentang ‘Aisyah.” Maka turunlah ayat selanjutnya (an-Nuur: 22) sebagai teguran kepada orang-orang yang bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada kerabat, fakir, dan lain-lain, karena merasa disakiti hatinya oleh mereka. Berkatalah Abu Bakr: “Demi Allah, sesungguhnya aku mengharapkan ampunan dari Allah.” Iapun terus menafkahi Misthah sebagaimana biasa.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Temu Kangen Alias Reunian SMA Cimindi

Amalan Anak Kunci Pembuka Khasanah Langit dan Bumi

KEBUN TEH PANGHEOTAN CIKALONG WETAN