Kisah Rosullullah SAW



*KISAH RASULULLAH  صل الله عليه و سلم*


Rindu kami padamu ya Rosul, rindu tiada terpera

Berabad jarak darimu ya Rosul terasa dikau disini

Cinta ikhlasmu pada manusia bagai cahaya suarga

Dapatkah aku membalas cintamu secara bersahaja....

     (Bimbo)


--- Kerinduan yang amat sangat...


*Bagian 1 Pendahuluan*


*Jazirah Arab* 


Jazirah Arab itu sebenarnya tidak hanya terdiri atas gurun pasir. Ada banyak tanah subur yang telah dihuni sejak lama. Tanah-tanah subur itu terutama terletak di daerah pantai, seperti Yaman, Yamamah, Hadramaut, dan Ahsa. Di bagian tengah Jazirah Arab ada sebuah wilayah subur lain bernama Najd. Wilayah ini dikenal sebagai tempat asal kuda Arab yang termahsyur di mana-mana.


Najd dan Yamamah juga terkenal sebagai penghasil gandum. Demikian banyak gandum yang dihasilkan sehingga konon mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Jazirah Arab yang ketika Nabi Muhammad dilahirkan berjumlah sekitar 10 juta- 12 juta jiwa. 

Di kota Madinah terdapat bukit -bukit yang baik untuk ditanami. Sementara itu, kota Thaif terkenal karena buah-buahannya.


Di luar daerah-daerah subur, Jazirah Arab dipenuhi gunung dan bukit-bukit batu yang besar. Tidak ada sungai mengalir. Suhu udaranya sangat panas. Karenanya, penduduk Arab umumnya suka mengembara. Mereka suka berpindah ke tempat mana saja yang dapat memenuhi keperluan hidup sehari-hari berserta hewan-hewan ternak mereka.


*Unta*


Unta adalah kendaraan yang sangat diandalkan penduduk gurun pasir. Ia dapat mengarungi gurun selama 17 hari tanpa minum. Walaupun pelan, jika dipacu unta dapat menempuh jarak sampai 300 km dalam sehari. Unta mau melahap ranting dan rumput pahit yang di jauhi kambing. Unta juga mau minum air berlumpur dan mengubahnya menjadi susu bermutu tinggi yang dapat digunakan sebagai obat tetes mata. Dagingnya dimakan, bulunya dibuat tali, kulitnya dapat menjadi aneka alat, mulai dari sandal sampai atap dan perisai perang. Air seninya menjadi sampo pencuci rambut. Kukunya dibakar dan diulek menjadi tepung untuk obat luka atau adonan kue. Kotorannya dapat dipakai sebagai bahan bakar. Unta adalah karunia Allah untuk penduduk gurun pasir.

 

*Letak Mekah* 


Di Kota Mekah inilah terletak Ka'bah, Baitullah. Ke arah Ka'bahlah seluruh Muslim di dunia menghadapkan diri jika sedang shalat. Di kota Mekah inilah nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dilahirkan.


Kota Mekah adalah sebuah lembah yang tidak begitu luas, di tengah lautan pasir. Bukit-bukit mengurung lembah ini rapat-rapat. Begitu rapatnya sehingga cuma ada tiga jalan untuk keluar dan masuk Mekah. Jalan pertama menuju ke Yaman, jalan ke dua menuju ke Laut Merah, dan jalan ketiga adalah jalan menuju Palestina. 


Ribuan tahun yang lalu, Lembah Mekah hanyalah sebuah tempat persinggahan rombongan kafilah, baik yang datang dari Yaman menuju Palestina maupun sebaliknya, yang datang dari Palestina menuju Yaman. Nabi Ismail lah yang pertama kali membuat Mekah menjadi sebuah kota.


*Pakaian Orang Arab*


Penduduk asli Jazirah Arab adalah suku Badui. Pakaian mereka longgar, hangat pada musim dingin, dan sejuk pada musim panas. Pakaian ini menjaga kulit dari sengatan matahari serta angin kering. 

Pada zaman para nabi, pakaian ini terdiri atas dua helai. Satu helai melilit tubuh dari bawah ketiak. Satu helai lagi adalah sebuah jubah panjang sampai kaki dan terbuat dari bulu domba atau unta. Warnanya krem dengan lurik tegak berwarna hitam, biru, coklat atau putih. 

Pakaian wanitanya panjang menyapu tanah dan sangat longgar. Selendang melilit pinggang, jubahnya berlurik merah, kuning, hitam atau biru. Cadarnya berwarna hitam atau putih. Tudung kepala berwarna merah, putih, atau cokelat melindungi mata, telinga, dan hidung dari debu dan badai pasir.


 *Badui* 


Suku Badui adalah penduduk asli Jazirah Arab. Mereka adalah prajurit pengelana yang tangguh. Tinggi mereka sedang, tapi kekar, cekatan, dan kuat menderita dalam alam yang keras. Jika ada anggota keluarga yang tewas, para lelaki Badui akan segera membalas pembunuhnya. Mereka berani dalam bertempur dan sabar dalam kekalahan.


Meski demikian, orang Badui terkenal ramah, senang memberi, dan sangat menghormati tamu. Mereka juga tenang, sabar, dan tidak cepat marah. Orang Badui juga sangat mengagumi keindahan syair. Jiwa orang orang Badui mudah terpanggil pada kebenaran. Mereka adalah orang orang sederhana. Mereka duduk di lantai dengan wadah makanan di lutut. Dengan demikian, tidak bisa dibedakan mana majikan dan mana bawahan.


Sahabat fillahku, kepada orang-orang inilah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, diutus. Berkat bimbingan Nabi Muhammadlah orang orang Badui dari padang pasir yang sunyi ini mampu mengguncang dunia. Merekalah yang akhirnya menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia. Merekalah yang membangun umat Islam menjadi umat yang besar dan dihormati.


Namun, jauh sebelum menyebar ke penjuru bumi, perjalanan umat Islam di Jazirah Arab dimulai oleh kisah Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ. 

Beliau adalah nenek moyang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. 


Bersambung


-

[29/11 13:31] ‪+62 813-1281-1890‬: -


KISAH RASULULLAH ﷺ


Bagian 2


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد


*Nenek Moyang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم *


Salah seorang nenek moyang Nabi Muhammad bernama Hasyim bin Abdul Manaf. Ia adalah pemuka masyarakat dan orang yang berkecukupan. Masyarakat Mekah mematuhi dan menghormatinya.


"Wahai penduduk Mekah, aku membagi perjalanan kalian menurut musim. Jika musim dingin tiba, pergilah berdagang ke Yaman yang hangat. Jika musim panas, giliran kalian pergi ke Syam yang sejuk!" demikian keputusan Hasyim.


Hasyim tambah disayangi penduduk Mekah karena pada suatu musim kemarau yang mencekam, ia pernah membawa persediaan makanan dari tempat yang jauh. Padahal, saat itu makanan amat sulit didapat.


"Terima kasih, wahai Hasyim! Engkau menolong kami dengan pemberian makanan ini!" seru penduduk Mekah. 


Di bawah kepemimpinan Hasyim, Mekah berkembang menjadi pusat perdagangan yang makmur. Pasar-pasar didirikan sebagai tempat berniaga kafilah-kafilah dagang yang datang dan pergi silih berganti, baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Demikian pandainya penduduk Mekah berdagang, sampai-sampai tidak ada pihak lain yang mampu menyaingi mereka.


Akan tetapi, di samping kemajuan yang besar itu, masyarakat Arab juga mengalami kemunduran luar biasa. Itulah sebabnya mereka dijuluki masyarakat jahiliah alias masyarakat yang diliputi kebodohan. Itulah juga sebabnya sampai Allah mengutus rasul terakhir-Nya di tempat ini.


*Pembagian Urusan*


Beberapa jabatan pemerintahan di Mekah di antaranya: 

_Hijabah_ : Pemegang kunci Ka'bah, 

_Siqayah_ : Penyedia air dan makanan buat para peziarah, 

_Rifadah_ : Mengatur pembagian dana dari orang kaya untuk fakir miskin, _Qiyadah_ : Mengatur urusan peperangan. 


*Percaya Takhayul*


"Oh, tidak! Burung itu terbang ke kiri! Aku pasti akan tertimpa sial!" umpat seseorang, orang itu kebetulan melihat seekor burung yang terbang di atas kepalanya berbelok ke arah kiri. Sepanjang hari itu, dia jadi murung karena yakin bahwa dia bernasib sial walaupun belum tahu kesialan macam apa yang akan menimpanya.

Orang-orang Arab pada masa jahiliyah amat percaya pada takhayul. Contohnya, mereka percaya jika burung yang mereka lihat terbang ke kiri, nasib sial akan menimpa mereka. Sebaliknya jika burung kebetulan terbang ke kanan, nasib baik akan datang. Kepercayaan semacam ini disebut At Tathayyur


Selain itu, mereka percaya bahwa jika seseorang mati, rohnya akan menjadi burung. Mereka juga percaya bahwa di dalam perut manusia ada ular. Ular inilah yang menggigit di dalam perut sehingga orang merasa lapar.


"Lihat cincin tembagaku ini", kata seorang kepada temannya dengan bangga, "Cincin ini adalah pemberian seorang dukun kepadaku. Tidak sia sia aku memberinya uang banyak agar membuatkan cincin ini. Jangan coba-coba menantangku berkelahi sekarang. Berkat cincin ini, aku merasa jauh lebih kuat!".


Masih banyak kebodohan serupa yang mereka perlihatkan. Mereka juga amat taat menyembah berhala-berhala berbentuk patung. Jika mereka meminta pertolongan kepada berhala, tidak segan-segan mereka mengorbankan binatang ternak dan mengoleskan darahnya di tubuh berhala. Bahkan mereka terkadang sampai hati mengorbankan anak- anaknya sendiri demi mengharap keridhaan berhala. 


Selain melakukan kebodohan-kebodohan itu, mereka masih melakukan banyak sekali hal hal yang merusak.


*Awal Mula Penyembahan Berhala*


Awal mula penyembahan berhala di Mekkah, ketika seorang bernama Amar bin Luhay membawa berhala besar bernama Hubal yang dibelinya dari daerah Syam. Di Mekkah, berhala Hubal ditaruh di Ka'bah dan disuruhnya orang orang datang menyembahnya. 

Menjelang menaklukkan Mekkah oleh Nabi Muhammad saw. Ka'bah dipenuhi oleh tiga ratus enam puluh berhala yang terbuat dari batu, kayu, perak, bahkan emas.


*Gemar Mabuk dan Berjudi*


Bangsa Arab pada masa itu sangat gemar meminum arak. Hampir semua orang adalah peminum kecuali beberapa saja yang tidak.

Para pelayan datang membawakan baki dan botol-botol minuman. Orang orang datang berkumpul sambil tertawa.

Para penari datang disambut tepukan dan sorak sorai. Ketika minuman mulai membuat mereka mabuk, seseorang kembali berseru, "Bawakan alat alat judi kemari!"


Orang pun membawakan alat-alat judi berupa bilah-bilah kayu dan sebuah kantung kulit. Beberapa ekor unta dipotong, yang kalah berjudi harus membayar unta-unta tersebut. Selain berjudi dengan memotong unta, mereka juga berjudi dengan bermacam macam cara.


Demikianlah minum sambil berjudi adalah kebiasaan yang amat digemari oleh bangsa Arab saat itu. Bahkan, setelah Nabi Muhammad SAW mengajarkan Islam, masih banyak pemeluk baru agama Islam yang masih suka meminum arak sampai turunlah perintah Allah yang berangsur-angsur mengharamkan orang meminum minuman keras.


*Barm*


Judi memotong unta adalah judi yang paling digemari orang Arab Jahiliyah. Bilah-bilah kayu dikocok dalam kantung dan dibagikan. Orang yang mendapat undi kosong dinyatakan kalah dan harus membayar unta yang dipotong. Daging unta kemudian dibagikan kepada fakir miskin. Orang yang tidak suka berjudi semacam ini dipandang sebagai seorang kikir, yang biasa disebut barm


Bersambung


-

[29/11 19:56] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 3


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد


*Perampok Kejam dan Tidak Sopan*


Mencuri dan merampok saat itu adalah hal yang biasa. Hanya sebagian kecil saja orang yang tidak pernah melakukannya. Perampok pun bukan cuma mengincar harta dan benda, tetapi juga orang yang dirampok. Perampok biasa menjadikan orang orang yang telah dirampoknya menjadi tawanan dan budak belian.


Saat itu perilaku bangsa Arab amat kejam, sampai melewati batas perikemanusiaan. Anak-anak perempuannya sendiri mereka bunuh. Ada yang dikubur hidup hidup ke dalam tanah, ada pula yang ditaruh dalam tong dan diluncurkan dari tempat yang tinggi. Mereka malu jika mempunyai anak perempuan.


Mereka juga suka menyiksa binatang. Jika seseorang mati, keluarganya mengikat unta diatas kuburan dan tidak memberikan makan serta minum sampai si unta mati. Mereka beranggapan unta itu kelak akan menjadi tunggangan si mati.


Musuh yang tertangkap diperlakukan sangat kejam. Mereka biasa mengikat musuh pada seekor kuda dan membiarkan kuda tersebut berlari sehingga orang yang diikat itu mati terseret-seret. Telinga atau hidung musuh yang kalah dijadikan kalung, serta tengkorak nya dijadikan tempat minum arak.


Orang jahiliyah juga tidak mengenal sopan santun, Mereka biasa berkeliling Ka'bah tanpa memakai pakaian.


Begitulah kebiasaan Orang Orang Arab saat itu.

Mereka adalah bangsa yang maju perdagangannya, pandai membuat perkakas, membuat obat, ahli astronomi, serta mahir bersyair. Namun mereka juga mempunyai kebiasaan buruk.


*Memakan Bangkai Binatang*


Dalam urusan makan dan minum pun tidak ada yang dilarang. Segala macam binatang boleh dimakan. Binatang yang sudah mati pun disayat dagingnya, dibakar, dan dimakan. Mereka juga suka meminum darah, binatang, dan makanan darah yang dibekukan.


 *Muthalib*


Suatu hari, Hasyim pergi berdagang menuju Syam. Ketika melewati Yatsrib, (di kemudian hari disebut Madinah), Hasyim melihat seorang wanita baik-baik dan terpandang.


"Siapakah wanita itu?" tanya Hasyim kepada orang-orang Yatsrib. 


"Dia adalah Salma binti Amr."


"Suaminya telah tiada. Kini dia seorang janda."


Mendengar itu, Hasyim melamar Salma dan Salma pun menerimanya. Mereka lalu menikah. Hasyim tinggal di Yatsrib beberapa lama. Ketika Salma mengandung, Hasyim melanjutkan perniagaannya. Namun, itulah kali terakhir Salma melihat suaminya karena Hasyim tidak pernah kembali lagi. Ia meninggal dunia di Palestina.


Salma melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syaibah. Sementara itu, sepeninggal Hasyim, kedudukannya sebagai pemuka masyarakat Mekah dipegang oleh adik Hasyim yang bernama Al Muthalib.

Al Muthalib juga seorang laki-laki terpandang yang dicintai penduduk Mekkah. Orang-orang Quraisy menjulukinya dengan sebutan Al Fayyadh yang berarti Sang Dermawan. 

Suatu hari, dia mendengar bahwa Syaibah, keponakannya yang tinggal di Yatsrib, sedang tumbuh remaja.


"Aku harus menemuinya," pikir Al Muthalib, 

"dia adalah anak kakakku. Dulu ayahnya adalah pemuka Mekah, maka dia harus pulang untuk melanjutkan kekuasaan ayahnya menggantikan aku."


Ketika Al Muthalib bertemu Syaibah di Yatsrib, dia tersentak, 

"Anak ini benar-benar mirip Hasyim."


"Mari Nak, ikut Paman ke Mekah," peluk Al Muthalib.


"Tetapi, jika ibu tidak mengizinkan pergi, aku akan tetap tinggal di sini," jawab Syaibah


*Syaibah* 


Nama Syaibah diberikan karena ada rambut putih (uban) di kepalanya sejak dia kecil. Selain Syaibah, Hasyim telah memiliki empat putra dan lima putri yang tinggal di Mekkah.


*ABDUL MUTHALIB*


"Tidak. Aku tidak akan membiarkannya pergi" jawab Salma. 

"Dia buah hatiku satu-satunya. Wajahnya lah yang senantiasa mengingatkan aku akan wajah ayahnya". 


"Aku juga menyayangi Hasyim", jawab Al Muthalib, 

"bukan cuma aku, tetapi penduduk kota Mekah juga menyayanginya. mereka pasti akan senang sekali menyambut kedatangan putra Hasyim. Begitu melihat wajah anak ini, rasa sayangku timbul kepadanya. Seolah-olah aku melihat Hasyim hidup kembali dan berdiri di hadapanku. 

Izinkan aku membawanya pergi. Sesungguhnya Mekah adalah kerajaan ayahnya dan Mekah adalah tanah suci yang di cintai oleh seluruh bangsa Arab. Tidakkah pantas putramu pergi ke sana dan melanjutkan pemerintahan ayahnya?". 


Salma memandang Syaibah dengan mata berkaca-kaca. Hatinya ingin agar putra satu-satunya itu tetap tinggal di sisinya. Namun, ia tahu masa depan Syaibah bukan di Yatsrib, melainkan di Mekkah. Akhirnya, ia pun mengangguk, "Baiklah, kuizinkan ia pergi."


Dengan amat gembira, Al Muthalib mengajak keponakannya itu pulang. Syaibah duduk membonceng unta di belakang pamannya. 

Ketika mereka tiba di Mekkah,  orang-orang menyangka bahwa anak yang duduk di belakang Al Muthalib adalah budaknya.


"Abdul Muthalib (Budak Al Muthalib)! Abdul Muthalib!" panggil mereka kepada Syaibah.


"Celaka kalian! Dia bukan budakku, dia anak saudaraku, Hasyim!"


Namun, orang-orang telanjur menyebutnya demikian sehingga akhirnya nama Syaibah pun terlupakan. Setelah itu, dia dikenal dengan nama Abdul Muthalib. Dia kelak menjadi kakek Nabi Muhammad ﷺ.


Bersambung


-

[30/11 05:53] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 4


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد


*Harta Abdul Muthalib*


Setelah tumbuh dewasa, Abdul Muthalib pun menjadi seorang pemuka Mekah sebagaimana Hasyim, bapaknya.


Sementera itu, ketika Hasyim meninggal, hartanya dikuasai oleh Naufal, adiknya yang terkecil.

Setelah  dewasa, Abdul Muthalib hendak meminta harta ayahnya, tetapi Naufal menolak. Abdul Muthalib pun meminta bantuan kerabat ibunya yang tinggal di Yatsrib. Orang-orang Yatsrib mengirimkan 80 pasukan berkuda. Naufal pun ketakutan dan menyerahkan harta Hasyim kepada Abdul Muthalib


Pada zaman pemerintahannya, Abdul Muthalib melakukan sebuah perbuatan yang akan dikenang orang sepanjang zaman. 


*Sumber Air Mekah*


Abdul Muthalib adalah pengurus air dan makanan bagi tamu-tamu yang datang ke Mekah. Setelah ratusan tahun Sumur Zamzam tertimbun, air harus didatangkan dari beberapa sumur yang terpencar-pencar di sekitar Mekah.


*MENGGALI SUMUR ZAMZAM*


Saat itu, Sumur Zamzam telah terkubur dan dilupakan orang selama ratusan tahun. Namun, Abdul Muthalib tidak pernah lupa pada sejarah Mekah, bahwa dulu pernah ada mata air yang menghidupi Mekah, mata air yang memancar keluar oleh kaki Ismail.


"Aku harus menemukannya!" pikir Abdul Muthalib. "Aku harus menemukan kembali Sumur Zamzam yang telah dilupakan orang! Apalagi aku bertugas menyediakan air dan makanan bagi penduduk Mekah."


Pikiran seperti itu tidak pernah hilang dari benaknya, "Aku harus menemukannya! Aku harus menemukannya!"


Setelah itu, Abdul Muthalib mengambil tembilang (alat untuk menggali bertangkai panjang) dan memanggil putra satu-satunya, "Harits, temani ayah mencari dan menggali kembali Sumur Zamzam!"


Harits mengangguk. Kemudian, mereka mulai mencari di mana dulu letak Mata Air Zamzam berada. Setelah beberapa kali mencoba menggali di beberapa tempat, Sumur Zamzam tidak juga ditemukan.


"Ayah, mungkin Sumur Zamzam memang telah hilang," kata Harits.


"Tidak Nak, Ayah yakin Sumur itu masih ada! Kita harus menemukannya! Orang-orang Mekah akan hidup lebih baik jika Sumur Zamzam ada di tengah kita!"


Dengan gigih keduanya pun terus mencari sumur Zam-Zam. 

Orang-orang Quraisy, penduduk asli Mekah, melihat perbuatan mereka dengan heran.


"Mengapa engkau masih terus menggali, Abdul Muthalib? Bukankah dulu nenek moyang kita, Mudzaz bin Amr pernah menggalinya, tapi tidak berhasil?"


Abdul Muthalib menaruh tembilangnya dan duduk. 

Ya, ratusan tahun yang lalu Mudzaz bin Amr mertua Nabi Ismail عليه ااسلام pernah mencoba menggali Zamzam tapi tidak berhasil. 

Padahal, saat itu Mudzaz telah mempersembahkan sesaji berupa pedang dan pelana berpangkal emas agar Sumur Zamzam ditemukan. 


Bersambung


-

[30/11 05:59] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 5


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمد


*Bernadzar*


Abdul Muthalib bernadzar, "Kalau saja aku mempunyai 10 anak laki-laki, kemudian setelah semuanya dewasa, aku tidak memperoleh anak lagi seperti ketika sedang menggali Sumur Zamzam, maka salah seorang diantara 10 anak itu akan kusembelih di Ka'bah sebagai kurban untuk Tuhan."


Ternyata takdir memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10 orang anak laki-laki. Setelah semua anak berangkat dewasa, ia tidak memperoleh anak. Dipanggilnya kesepuluh orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi dan dicintainya.


"Aku pernah bernadzar untuk menyembelih salah seorang di antara kalian jika Tuhan memberiku 10 orang anak laki-laki."


Kesepuluh anaknya terdiam. Mereka memahami persoalan itu. Mereka juga melihat kebingungan yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca.


"Namun, aku tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh karena, aku berniat memanggil juru qidh untuk menentukannya."


Di hadapan patung dewa tertinggi Ka'bah, juru qidh (Nanak panah) meminta setiap anak menulis namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah tersebut di hadapan berhala Hubal. Nama anak yang keluar adalah Abdullah.


Melihat itu, serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan itu.


"Batalkan keinginanmu, Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa membatalkan nadzarmu!"


Sanggupkah Abdul Muthalib menyembelih anak kesayangannya, apalagi tidak ada orang yang menyetujui niatnya itu?


*Menemukan Zamzam*


Malam harinya, dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Tiba-tiba, dalam tidur, dia bermimpi mendengar suara yang bergema berulang-ulang, "Temukan Sumur Zamzam itu, wahai Abdul Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan!"


Abdul Muthalib terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak Harits menggali dan menggali lebih giat. 

Rasa heran orang-orang Quraisy yang melihatnya berubah menjadi tawa.


"Kasihan Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!" kata mereka satu sama lain.


Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala Isaf dan Na'ila, air membersit.


"Air! Harits! Lihat, ada air!" seru Abdul Muthalib saking kagetnya.

"Ayo kita gali terus, Ayah! Ayo gali terus!"


Ketika mereka menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang pernah ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Melihat penemuan itu, orang-orang Quraisy datang berbondong-bondong.


"Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan harta emas itu!" pinta mereka.


"Tidak! Tetapi, marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan permainan _qidh_ (anak panah). Dua anak panah buat Ka'bah, dua buat aku, dan dua buat kamu. Kalau anak panah itu keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak mendapat apa-apa."


Usul ini disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka'bah. Ternyata, anak panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul Muthalib dan Ka'bah. Oleh karena itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan keperluan para tamu Mekah setelah Sumur Zamzam memancar kembali.


Mengingat beratnya tugas itu. Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak anak laki-laki yang dapat membantunya.


*Pedang dan Pelana Emas*


Abdul Muthalib memasang pedang-pedang itu di pintu Ka'bah, sedangkan pelana-pelana emas ditaruh di dalam rumah suci itu sebagai perhiasan.



Bersambung


-

[1/12 05:16] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 6


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمد


 *TEBUSAN SERATUS UNTA*


Dengan mem"baja"kan hati, Abdul Muthalib  menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di dekat sumur Zamzam yang terletak di antara dua berhala Isaf dan Na'ila. Di tempat itulah biasanya orang orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka. Namun, masyarakat semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya. Akhirnya, kekerasan hatinya pun luluh.


"Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar berhala tetap berkenan kepadaku?"


"Kalau penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah," kata Mughirah bin Abdullah dari suku Makhzum.


Setelah diadakan perundingan, mereka sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib. 


"Berapa tebusan kalian?" tanya dukun wanita itu.


"Sepuluh ekor unta."


"Kembalilah ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta dan anak itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi lagi sampai nama unta yang keluar."


Mereka pulang dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar adalah nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi. Ternyata, lagi lagi nama Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan menambah terus jumlah unta. Ketika jumlah unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama unta yang keluar.


"Dewa sudah berkenan," seru orang orang.


"Tidak," bantah Abdul Muthalib. "Harus dilakukan sampai 3 kali."


Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun disembelih dan dibiarkan begitu saja tanpa disentuh manusia dan hewan karena mereka beranggapan bahwa unta itu untuk dewa.



*Keturunan Dua Orang yang Disembelih*


Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda, 

"Aku adalah anak dua orang yang disembelih." 

Yang dimaksud oleh beliau adalah Nabi Ismail nenek moyangnya, dan Abdullah ayahnya.


*Si Penguasa Yaman*


Saat Abdul Muthalib memimpin Mekah, ada sebuah peristiwa dahsyat. Kejadian ini bermula dari Yaman, sebuah negeri yang terletak jauh di sebelah selatan Mekah. Saat itu, Yaman diperintah oleh seorang penguasa bernama Abrahah Al Asyram.


"Aku tidak habis pikir, mengapa setiap tahun seluruh bangsa Arab datang ke tanah Mekah?" seru Abrahah kepada para menterinya.


"Paduka tahu, di sana ada sebuah bangunan bernama Ka'bah. Bangunan tua itu begitu disucikan oleh penduduk Jazirah Arab sehingga mereka tidak dapat berpaling darinya. Ke sanalah mereka pergi beribadah menyembah para dewa sepanjang tahun," jawab salah seorang menteri.


"Apa istimewanya bangunan tua yang terbuat dari batu kasar itu? Aku ingin negeri kita, Yaman, mempunyai sebuah rumah suci yang akan membuat bangunan tua di Mekah itu menjadi tidak berarti lagi dan dilupakan orang!"


"Namun, apa mungkin kita bisa membuat rumah suci baru yang bisa menandingi Ka'bah?"


"Mengapa tidak? Buat sebuah gereja yang sangat indah! Hiasi dengan perlengkapan paling mewah yang kita miliki! Gerbang emas, jendela perak, lantai pualam yang berkilau! 

Semuanya! Kerahkan seluruh ahli bangunan! Aku ingin gereja itu selesai dalam waktu singkat!"


Tidak lama kemudian, berdirilah sebuah gereja seindah yang diinginkan Abrahah. Sang Penguasa Yaman itu mengunjunginya dengan rasa puas.


"Lihat, tidak lama lagi, seluruh orang Arab akan datang ke sini!" 

kata Abrahah kepada bawahannya, 

"bahkan orang orang Mekah akan melupakan rumah tua mereka begitu melihat bangunan seindah ini!"


 *Bendungan Ma'rib*


Penduduk asli Yaman adalah kaum Saba. Sebelum datangnya Islam, negeri Yaman telah terkenal dengan kemajuan teknologi bangunannya. Salah satu bangunan yang amat terkenal adalah Bendungan Raksasa Ma'rib. Ketika bangunan ini jebol, banjir besar melanda daerah sekitarnya sehingga para penduduk terpaksa pindah ke negeri lain.


Bersambung


-

[3/12 03:13] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 11


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمد


*Halimah*


Ketika Halimah dan Harits kembali ke rombongan, mereka melihat semua kawan mereka telah mendapatkan bayi untuk dibawa pulang dan disusui.


Melihat itu, Halimah berkata kepada suaminya, 

"Demi Allah, aku tak ingin mereka melihatku pulang tanpa membawa bayi. Demi Allah, aku akan pergi kepada anak yatim itu dan mengambilnya."


"Tidak salah kalau engkau mau melakukannya. Semoga Allah memberi kita keberkahan melalui anak yatim tersebut."


Akhirnya Halimah dan suaminya kembali menemui Aminah dan membawa Muhammad ke dusun mereka. Aminah melepas bayinya itu dengan perasaan lega bercampur sedih. Lega karena akhirnya ada yang mengasuh Muhammad, sedih karena harus berpisah dengannya selama dua tahun ke depan.


"Pergilah, Nak. Ibu menunggumu di sini," bisik Aminah dengan pipi yang hangat dialiri air mata.


Tatkala menggendong Muhammad, Halimah keheranan, "Aku tidak merasa repot membawanya, seakan-akan tidak bertambah beban."


Kemudian, Halimah menyusui Muhammad.


"Lihat, bayi ini menyusu dengan lahap," kata Halimah kepada suaminya.


Setelah menyusui Muhammad, Halimah menyusui bayinya sendiri. Bayi itu juga menyusu dengan lahap. Setelah itu, Muhammad dan bayi Halimah tertidur dengan lelap.


"Anak kita tidur dengan lelap," bisik Halimah kepada suaminya, "padahal, sebelumnya kita hampir tidak bisa tidur karena ia rewel terus sepanjang malam."


Malam itu, keduanya bertambah heran karena unta tua mereka ternyata kini menghasilkan susu.


"Engkau tahu, Halimah. Sebelum ini unta tua kita tidak menghasilkan susu setetes pun," gumam Harits.


Suami istri itu meminum air susu unta sampai kenyang.


"Malam ini benar-benar malam yang indah, " kata Halimah kepada Harits, "bayi kita tertidur lelap dan kita pun bisa beristirahat dengan perut kenyang."


"Demi Allah, tahukah engkau Halimah, engkau telah mengambil anak yang penuh berkah."


"Demi Allah, aku pun berharap demikian."



*Kebanggaan Rasulullah*


Lingkungan di Bani Sa'ad benar-benar sangat murni. Kelak Rasulullah pun dapat berkata dengan bangga, "Aku adalah keturunan Arab yang paling tulen. Sebab aku anak suku Quraisy yang menyusui di Bani Sa'ad bin Bakr."


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد


*Keberkahan*


Keberkahan yang dibawa Muhammad kecil tidak berhenti sampai di situ. 

Ketika dalam perjalanan kembali ke dusun Bani Sa'ad, terjadi hal yang mengherankan.


"Suamiku, tidakkah engkau melihat hal yang aneh pada keledai tungganganku?" tanya Halimah.


"Saat kita pergi, keledai ini berjalan pelan sekali," Harits menanggapi, "tetapi, kini ia dapat berjalan cepat seolah tak kenal lelah. Padahal, beban yang dibawanya cukup berat."


Keledai itu berjalan cukup cepat sehingga bisa menyusul dan melewati rombongan wanita Bani Sa'ad lainnya yang telah berjalan lebih dulu.


"Halimah putri Abu Dhu'aibi!" panggil para wanita itu keheranan, "tunggulah kami! Bukankah ini keledai yang engkau tunggangi saat kita pergi?"


"Demi Allah, begitulah," balas Halimah, "ini memang keledaiku yang dulu."


"Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah perkasa!"


Ketika tiba di rumah, Halimah dan Harits tambah terkejut.


"Sepetak tanah kita!" bisik Halimah tak percaya.


"Sepetak tanah kita ini jadi begitu hijau dan subur! Padahal, saat kita berangkat, tak ada sepetak tanah pun yang lebih gersang dari ini!"


"Domba-domba juga!" seru Harits, "domba domba kita jadi gemuk dan susunya penuh. Kini kita 

 memerah dan meminum susu mereka setiap hari."


Begitulah keberkahan yang mereka terima selama mengasuh Muhammad. Namun, dua tahun pun berlalu, kini tiba saatnya mengembalikan Muhammad kepada ibunya.


Bersambung


-

[3/12 03:16] ‪+62 813-1281-1890‬: -


KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 12


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمد


*Muhammad Kembali Ke Dusun*


Halimah dan suaminya mengembalikan Muhammad kepada Aminah. Alangkah bahagianya Aminah bertemu lagi dengan putra tunggalnya itu.


"Lihat! Kini engkau tumbuh menjadi anak yang tegap dan sehat!" ujar Aminah.


Aminah memandang Halimah dan suaminya dengan mata berbinar-binar penuh rasa terimakasih," Kalian telah merawat Muhammad dengan baik, bagaimana aku harus berterimakasih?"


Halimah dan suaminya berpandangan dengan gelisah. Sebenarnya mereka merasa berat berpisah dengan Muhammad. Mereka amat menyayangi anak itu. Selain itu, sejak Muhammad datang, kehidupan mereka dipenuhi keberkahan.


"Kami cuma berharap andaikan saja engkau sudi membiarkan anak ini tetap bersama kami hingga menjadi besar. Sebab, aku khawatir ia terserang penyakit menular yang kudengar kini sedang mewabah di Mekah," pinta Halimah.


Aminah menyadari bahwa yang mereka pinta dan katakan ada benarnya, tetapi hatinya bimbang karena hampir tak sanggup berpisah lagi dengan putranya. Ketika, Abdul Muthalib datang. Bangga sekali ia melihat pertumbuhan cucunya yang begitu bagus di daerah pedalaman, maka ia berkata:


"Aku ingin Muhammad kembali ke Dusun Bani Sa'ad sampai ia berusia lima tahun," kata Abdul Muthalib, "agar ia di situ belajar berkata-kata dan telinganya terbiasa mendengarkan bahasa Arab yang murni dengan fasih pula."


Aminah mengerti bahwa ia harus kembali melepas Muhammad demi masa depan putranya sendiri.


"Beri aku waktu beberapa hari bersama putraku, setelah itu bolehlah kalian membawanya kembali," kata Aminah.


Akhirnya, Muhammad pun dibawa kembali ke dusun Bani Sa'ad. Namun, di sana ia mengalami sebuah peristiwa yang sangat mengguncangkan.


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد


 *Pembelahan Dada* 


Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah keluarga Halimah kembali ke pedalaman. Saat itu umur Muhammad belum lagi genap tiga tahun.

Hari itu, Muhammad kecil ikut menggembalakan kambing bersama saudara-saudaranya. Tiba-tiba salah seorang putra Halimah datang berlari-lari sambil menangis.


"Ada apa?" Tanya Halimah dan suaminya panik.


"Saudaraku yang dari Quraisy itu! Dia diambil oleh seorang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan. Perutnya dibelah sambil dibalik-balikkan!"


Halimah dan Harits segera berlari mencari Muhammad. Mereka menemukan anak itu sedang sendiri. Wajah Muhammad pucat pasi. Halimah dan suaminya memperhatikan wajah Muhammad baik-baik.


"Apa yang terjadi padamu, Nak?" tanya mereka.


"Aku didatangi oleh seorang laki-laki berpakaian putih. Aku dibaringkan lalu perutku dibedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Aku tak tahu apa yang mereka cari."


Tanpa bertanya lagi Halimah segera membawa Muhammad pulang. Hatinya dipenuhi kecemasan.


"Aku takut Muhammad didatangi dan digoda oleh jin" kata Halimah kepada suaminya.


"Lebih baik kita membawanya kembali ke Mekah," jawab Harits


Bersambung


-

[4/12 17:37] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 14


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد



*Bertemu Kakek dan Ibunda*


Tidak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad ﷺ kepada Abdul Muthalib, 


"Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas."


Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib.


"Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad ﷺ.


Abdul Muthalib memperhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau kakek ajak menunggangi unta yang hebat?"


"Mau. Tetapi, mana untanya kek?"


Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad ﷺ dan mendudukkannya di atas bahu.


"Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...."


"Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?"


"Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah."


Abdul Muthalib membawa Muhammad ﷺ berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.


"Mari kita menemui ibumu sekarang," ajak Abdul Muthalib. 


Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ﷺ ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.


"Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak pergi.


Sampai dewasa, Nabi Muhammad  ﷺ tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu.


*Gembala Kambing*


Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad ﷺ dilalui sebagai seorang gembala. 


*Waraqah bin Naufal*


Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah 

(kelak menjadi istri Muhammad ﷺ). 

Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, menjadi hamba Allah yang setia.

Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.



*Di Bawah Asuhan Kakek* 


Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad ﷺ dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.


Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak-anak beliau, paman-paman Muhammad ﷺ, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.


Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad ﷺ agar tidak duduk di atas hamparan.  Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, berkata:


"Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung."


Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad ﷺ. Dielus-elusnya punggung Muhammad  ﷺ penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu.


Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad  ﷺ ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar. 

Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad ﷺ. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang.


*Aminah Wafat*


Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad ﷺ diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. 


Itu adalah saat pertama Muhammad ﷺ benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia.


(Di kemudian hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah ﷺ menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah. 

Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.)


Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah. 

Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu. 


"Ibu! Ibu!" panggil Muhammad  ﷺ kepada ibunya yang sudah wafat.


Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad ﷺ menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu. 


Pada usia enam tahun. Muhammad ﷺ telah menjadi seorang anak yatim piatu.


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد



*) *Abwa*


Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari Madinah


Bersambung


-

[4/12 17:37] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 15


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد


*Abdul Muthalib Wafat* 


Muhammad ﷺ dibawa pulang oleh Ummu Aiman. Ia pulang sambil menangis hatinya pilu karena kini sebatang kara. Muhammad ﷺ makin merasa kehilangan. Ia menjalani takdir sebagai seorang anak yatim-piatu. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan semakin sedih.


Baru beberapa hari yang lalu, ia mendengar dari ibunya cerita keluhan duka kehilangan ayahandanya semasa ia dalam kandungan. 

Kini, ia melihat sendiri di hadapannya, ibunya pergi untuk tidak kembali lagi, sebagaimana ayahnya dulu. Muhammad ﷺ yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat, sebagai seorang yatim-piatu.


Ketika tiba di Mekah, Abdul Muthalib menyambut kedatangan cucunya itu dengan rasa iba yang dalam. Kecintaan Abdul Muthalib pun semakin bertambah kepada Muhammad ﷺ.


Rasa duka Muhammad ﷺ mungkin agak ringan apabila kakeknya, Abdul Muthalib, dapat hidup lebih lama lagi. Namun, Allah سبحانه و تعال

sudah menentukan lain. 

Pada usia 80 tahun, sang kakek pun meninggal dunia. Saat itu, Muhammad ﷺ berusia delapan tahun. Ia mengiringi jenazah kakeknya ke kubur sambil berlinangan air mata.


Kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu membekas begitu dalam pada diri Rasulullah ﷺ, sehingga di dalam Al Quran pun disebutkan ketika Allah ﷻ mengingatkan Rasulullah ﷺ akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya di tengah kesedihan itu, 


أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ


Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?

Surah Ad-Duha (93:6)


وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ


Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.

Surah Ad-Duha (93:7)


*Keluarga Umayyah*


Kematian Abdul Muthalib merupakan pukulan yang berat bagi keluarga Hasyim. Tidak ada anak-anak Abdul Muthalib yang memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan tajam, terhormat, dan berpengaruh di kalangan Arab seperti dirinya. 


Kemudian keluarga Umayyah tampil ke depan mengambil tampuk pimpinan yang memang sejak dulu mereka idam-idamkan, tanpa menghiraukan ancaman yang datang dari keluarga Hasyim.


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد


*Diasuh Abu Thalib*


Sebelum wafat, Abdul Muthalib menunjuk salah seorang anaknya untuk mengasuh Muhammad ﷺ. Ia tidak menunjuk Abbas yang kaya, namun agak kikir. Ia juga tidak menunjuk Harist, putranya yang tertua karena Harist adalah orang yang tidak mampu. 

Abdul Muthalib menunjuk Abu Thalib untuk mengasuh Muhammad ﷺ karena sekalipun miskin, Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan paling terhormat di kalangan Quraisy. 


Abu Thalib juga amat menyayangi kemenakannya itu. Budi pekerti Muhammad ﷺ yang luhur, cerdas, suka berbakti, dan baik hati, sangat menyenangkan Abu Thalib. Ia bahkan lebih mendahulukan kepentingan Muhammad ﷺ daripada anak-anaknya sendiri.


Begitu pun sebaliknya, Muhammad ﷺ amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan. Namun demikian, pamannya tidak pernah berhutang kepada orang lain. Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat untuk menafkahi keluarganya. Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ﷺ ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain. Ia ikut membantu pekerjaan keluarga Abu Thalib, menggembalakan kambing, dan mencari rumput.


Abu Thalib merasa bahwa Muhammad ﷺ kelak akan menjadi orang yang bersih hatinya dan dijauhkan dari dosa. Ia yakin, jika mengajak Muhammad ﷺ berdoa, Tuhan akan mengabulkan permohonannya. Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy berseru "Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa meminta hujan". 


Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad ﷺ. Ia menempelkan punggung Muhammad ﷺ ke dinding Ka'bah dan berdoa. Kemudian, mendung pun datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan di ladang menjadi gembur. 


Bersambung


-

[4/12 17:38] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 16


اَللَّهُمَّ صَلِّ سَيِّدِنَا عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد


*Mengikuti Paman* 


Hati Muhammad ﷺ yang masih kecil merasa pengap dengan kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu.


Muhammad ﷺ juga melihat setiap malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta pora, menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki antara hidup dan mati. 


Muhammad ﷺ sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita. Orang-orang itu jika tidak memiki bahan makanan, besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan hutang. 


Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad ﷺ melihat para pemuda berkumpul. Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda indah orang-orang terdahulu yang berjuang melawan raja yang sewenang-wenang.


Suatu saat, pada usia Muhammad ﷺ 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah. 


"Ajaklah aku, Paman!" pinta Muhammad ﷺ.


"Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan sedemikian berat!".


Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad ﷺ berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman di sampingnya.


"Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman pergi nanti?" tanya Muhammad ﷺ begitu mengiba. 


Abu Thalib sangat terharu, 

"Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak boleh berpisah dengannya selama-lamanya."



*Lihb Si Peramal*


Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk diramal. 


Suatu hari, Lihb melihat Muhammad ﷺ. 


"Kemarilah, hai anak muda!" serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad ﷺ dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak, 


"Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar di kemudian hari!"



اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد



*Jamuan Buhaira*


Berangkatlah rombongan kafilah Quraisy menuju ke *Syam 1)*. Ketika tiba di Busra, mereka melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Ia adalah pendeta yang pandai. Di rumah ibadahnya, selalu ada pendeta dan umat Nasrani yang menuntut ilmu kepada Buhaira. 


Biasanya, Buhaira tidak pernah menggubris rombongan Quraisy yang setiap tahun melintas di tempat itu. Namun, kali ini ada yang berubah pada diri Buhaira. Ketika rombongan Quraisy, termasuk Abu Thalib dan Muhammad ﷺ, singgah di dekat rumah ibadahnya, Buhaira memerintahkan para pembantunya untuk membuat masakan yang banyak. 


Buhaira berbuat begitu karena dari jendela rumah ibadahnya, ia melihat hal yang aneh pada rombongan Quraisy. Ada awan kecil yang bergerak pelan mengikuti ke mana pun kafilah pergi. Ada sesuatu atau seorang di dalam kafilah yang dilindungi awan itu dari terik matahari. 


Buhaira bergegas mendatangi kafilah yang tengah beristirahat di bawah pepohonan rindang dan berkata 


"Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua, anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka, singgah di rumahku" 


Salah seorang Quraisy bertanya, 


"Demi Allah, hai Buhaira, alangkah istimewanya apa yang engkau perbuat kepada kami hari ini. Padahal, kami sering melewati tempat mu ini. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"


"Engkau benar," jawab Buhaira, 


"dulu aku memang seperti yang engkau katakan. Namun, kalian, semuanya, adalah tamuku kali ini dan aku ingin menjamu kalian. Aku telah membuat makanan dan kalian semuanya harus ikut makan." 


Dengan senang hati, rombongan Quraisy pun masuk ke rumah Buhaira untuk memenuhi undangannya. Hanya saja, Muhammad ﷺ tidak ikut karena ia masih kecil. Ia ditugaskan menjaga perbekalan kafilah. 


__________________

1) Negeri *Syam*


Abu Thalib berangkat tahun 582 Masehi ke negeri Syam. 

Syam saat itu adalah sebuah negeri yang wilayahnya (sekarang) meliputi Syria, Yordania, dan Palestina. 

Syam berada di bawah pemerintahan Romawi Timur



Bersambung


-

[8/12 17:48] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 17


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد


*Percakapan Buhaira*


Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya, 


"Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini."


Salah seorang Quraisy berkata, 


"Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan."


Buhaira menggeleng-geleng kepala, 

"Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!."


Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata, 


"Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut makan bersama kami." 


Setelah Muhammad ﷺ dipanggil, Buhaira memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang lain. Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju kepada Muhammad ﷺ dengan seksama. Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira mengambil kesimpulan dalam hati, "Anak ini mempunyai sifat-sifat kenabian."


Jamuan selesai. Sambil mengucapkan terimakasih, rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat perkemahan mereka untuk beristirahat. 

Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad ﷺ pergi. Diajaknya anak itu untuk duduk dan bicara. 


"Hai anak muda," panggil Buhaira, 


"dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu dan engkau harus menjawabnya."


Wajah Muhammad ﷺ tampak berubah dan ia menjawab, 


"Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melainkan keduanya."


Buhaira tersenyum dan  mengulangi permintaannya, "Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku."


Wajah Muhammad ﷺ berubah cerah dan ia mengangguk, 

"Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan."


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد


*Saran Buhaira kepada Abu Thalib*


Buhaira menanyakan banyak sekali hal kepada Muhammad ﷺ,  tentang tidur Muhammad ﷺ, tentang postur tubuh Muhammad ﷺ, dan banyak lagi hal lainnya. 

Muhammad ﷺ menjawab semua itu dan semua jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira. Kemudian, Buhaira melihat punggung Muhammad ﷺ dan mendapati tanda kenabian di antara kedua bahu Muhammad ﷺ. Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam.


Setelah itu, Buhaira mendekati Abu Thalib dan bertanya kepada nya, ''apakah anak muda ini anakmu? ''


''Iya, dia anakku." Jawab Abu Thalib


Buhaira menggeleng.

"Tidak, dia bukan anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup"


Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun mengangguk. 

"Kau benar.  Dia bukan anakku, dia anak saudaraku"


Buhaira mengangguk-angguk puas lalu bertanya lagi. 

"Apa yang dikerjakan ayahnya?"


"Ayahnya telah meninggal dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya "


"Engkau benar" kata Buhaira menghela nafas dalam-dalam. Kemudian, sambil berbisik, dia menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh. 


"Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa anak saudara mu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa yang aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya. sesungguhnya, akan terjadi sesuatu yang besar pada diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang dia ke negeri asalmu!"


Abu Thalib tampak ketakutan dengan peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu benar. Maka dari itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib segera membawa Muhammad ﷺ pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya itu.


*Bushra* (kota di mana Buhaira tinggal)


Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib adalah jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah, Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra. 

Kota Bushra atau Bostra telah lama didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan serbuan Badui pedalaman. 

Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah. 

Bagi kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang terletak lebih ke Utara.


Bersambung


-

[8/12 17:48] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 18


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد


*Perlindungan Allah ﷻ*


Abu Thalib segera melaksanakan apa yg disarankan oleh Buhaira, karena peringatan itu memang beralasan. 


Segera, setelah Abu Thalib dan Sayyiduna Muhammad ﷺ meninggalkan rumah Buhaira, datanglah 3 orang ahli kitab bernama Zurair, Daris, dan Tammam kepada Buhaira. Ketiganya menyandang senjata di pinggang. Mereka bertanya kepada Buhaira apakah ia juga melihat seorang anak dengan ciri-ciri seperti ini dan itu.


Buhaira tahu bahwa mereka mencari Sayyiduna Muhammad ﷺ. Rupanya, ketiga orang ini juga telah mendengar tentang Sayyiduna Muhammad ﷺ. Buhaira memandang senjata2 yang mereka bawa dengan perasaan ngeri. 

Buhaira tahu mereka mencari Habibuna Muhammad ﷺ dengan maksud membunuhnya. Oleh karena itu, Buhaira berusaha memberikan perlindungan kepada Sayyidina Muhammad ﷺ. 

Tidak henti-hentinya Buhaira menasihati ketiga tamunya akan adanya kekuasaan Allah ﷻ. Diingatkannya bahwa bagaimanapun usaha mereka, mereka tidak akan mampu mendekati Sayyiduna Muhammad ﷺ untuk membunuhnya. 


Akhirnya, ketiganya pun melihat kebenaran dalam perkataan Buhaira. Batallah niat mereka untuk mengejar dan membunuh Sayyiduna Muhammad ﷺ, kemudian berlalulah mereka dari hadapan Buhaira.


Allah ﷻ menjaga Baginda Muhammad ﷺ dari kejahatan dan kotoran-kotoran jahiliyah. Allah membimbing Sayyiduna Muhammad ﷺ tumbuh menjadi orang yang paling ksatria, paling baik akhlaknya, paling mulia asal-usulnya, paling baik pergaulannya, paling agung sikap santunnya, paling murni kejujurannya, paling jauh dari keburukan dan akhlak yang mengotori kaum lelaki sehingga semua orang menjulukinya *"Al Amin"* karena Allah ﷻ mengumpulkan sifat-sifat itu pada diri Habibina Muhammad ﷺ.


*Kelak setelah menjadi Rasul,* Habibuna Muhammad ﷺ bercerita tentang perlindungan Allah ﷻ kepadanya sejak masa kecil dari segala bentuk kejahiliyahan. Rasulullah ﷺ bersabda, 


"Pada masa kecilku, aku bersama anak-anak kecil Quraisy mengangkut batu untuk satu permainan yang biasa dilakukan anak-anak. Semua dari kami melepas baju untuk alas di atas pundak (sebagai ganjalan) untuk memikul batu.


"Aku maju dan mundur bersama mereka. Namun, tiba-tiba seseorang yang belum pernah aku lihat sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan. Ia berkata, 'Kenakan pakaianmu!' Kemudian, aku mengambil pakaianku dan memakainya. Setelah itu, aku memikul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian dan tidak seperti teman temanku."


*Membantu Paman*


Sayyiduna Muhammad ﷺ juga pernah menjadi gembala sewaan, untuk membantu Abu Thalib yang hidup dalam kemiskinan


*Perang Fijar*


Sebagai seorang remaja yang tumbuh di lingkungan Jazirah Arab.  Sayyiduna Muhammad ﷺ juga mengalami perang. Perang itu disebut Perang Fijar. 

Saat peperangan dimulai, Umur Sayyiduna Muhammad ﷺ memasuki lima belas tahun.


Perang itu sendiri disebabkan sebuah pembunuhan. 

Barradz bin Qois dari Bani Kinanah membunuh Urwa Ar-Rahhal bin Utba dari Bani Hawazin, hanya karena Barradz jengkel ketika Urwa dipilih untuk memimpin kafilah dagang Nu'man bin Mundhir yang kaya. 

Diam diam , Barradz mengikuti kafilah Urwa dari belakang dan membunuh Urwa.

Padahal ketika itu adalah bulan suci, bulan yang tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk menumpahkan darah.


Karena Quraisy pelindung Barradz, Bani Hawazin mengumumkan perang terhadap Quraisy untuk membalas kematian Urwa. Perang pun pecah pada bulan suci. Selama empat tahun berturut-turut, kedua belah pihak saling menyerang.


Dalam pertempuran itu, awalnya Sayyiduna Muhammad ﷺ bertugas memunguti anak panah lawan yang berjatuhan dan memberikannya kepada paman-pamannya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, beliau ﷺ juga meluncurkan panah ke arah lawan untuk melindungi paman-pamannya. 


Perang pun berakhir dengan perdamaian ala pedalaman: pihak yang menderita lebih sedikit korban manusianya harus membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sejumlah selisih kelebihan korban. Dalam hal ini, pihak Quraisy yang lebih sedikit menderita korban harus membayar kelebihan korban sebanyak dua puluh orang Hawazin.


*Barradz bin Qois*


Barradz bin Qois, si penyebab Perang Fijar, adalah seorang pemabuk. 

Karena merusak citra sukunya, dia diusir dan mendapat naungan suku lain. Namun di sana, dia juga mabuk berat dan membuat onar kemudian diusir lagi. 


Akhirnya, Harb bin Muawiyah, ayah Abu Sofyan, menampungnya walaupun hampir saja Barradz bin Qois diusir lagi, karena terus berbuat onar. 

Dikarenakan perlindungan Harb dari Quraisy inilah, Bani Hawazin menyerang Quraisy ketika Barradz bin Qois membunuh Urwa bin Utba.



Bersambung


-

[8/12 17:49] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 19


*HILFUL FUDHUL*


Selain mengikuti peperangan, Sayyiduna Muhammad ﷺ yang masih remaja juga mengikuti sebuah perjanjian yang amat baik. Perjanjian itu kelak dikenal dengan nama Hilful Fudhul.


Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak para pedagang asing yang sering kali terdzalimi. Pencetus perjanjian ini adalah protes seorang pedagang asing dari Yaman. 

Saat itu, Ash bin Wa'il, seorang saudagar Mekah, tidak mau membayar utang kepada si pedagang. Pedagang itu lalu menggubah syair dan membacakannya di depan umum.


Syair ini amat menggugah perasaan para pemuka Quraisy. Mereka khawatir apabila dibiarkan terus, para pedagang Asing tidak mau lagi memasuki Mekah. Apalagi Perang Fijar mengakibatkan mulai terjadinya perpecahan di pihak Quraisy. 

Sepeninggal Abdul Munthalib, orang-orang Quraisy dari keluarga yang lain sudah mulai berani mencoba menentang kekuasaan pemerintahan Quraisy. Maka dari itu, atas usulan Zubair bin Abdul Munthalib, seorang paman Baginda Muhammad ﷺ, orang-orang Quraisy dari keluarga Hasyim, Zuhra, Taim berkumpul. Mereka bersepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha Pembalas bahwa Tuhan akan berada di pihak yang terdzalimi, sampai orang itu tertolong.


Pertemuan ini sendiri berlangsung di rumah Abdullah bin Jud'an At Taimi yang megah. Perjanjian Hilful Fudhul ini menjamin perlindungan terhadap hak-hak orang lemah. Sayyiduna Muhammad ﷺ ikut menyaksikan perjanjian dan amat menyukainya. 

Di kemudian hari, setelah diutus menjadi seorang Rosullullah, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: " _Aku tidak suka mengganti perjanjian yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak, pasti akan kutolak_"


*Besarnya Diyat*


Diyat adalah pembayaran ganti rugi.

Untuk kematian/wajah cacat total ganti ruginya sebanyak 100 ekor unta. Satu kaki/tangan/mata jadi buta diganti dg 50 ekor unta. 

Jika wajah cacat total, nilai gantinya 100 unta.

Luka sampai menembus otak, 33 ekor unta. 

Cacat kelopak mata, 25 ekor unta. 

Satu jari hilang/tulang retak, 15 ekor unta.

Luka sampai tulang kelihatan, 10 ekor unta.

Satu gigi copot, 5 ekor unta. 

Demikian seterusnya dalam ketetapan yang rinci.



*MENGGEMBALAKAN KAMBING*


Baginda Muhammad ﷺ melewati masa remajanya dengan menggembalakan kambing. Beliau pernah berkata kepada para sahabatnya, 


"Musa diutus, dia menggembala kambing. Daud diutus, dia menggembala kambing. Aku diutus juga menggembala kambing keluargaku di Ajyad."


Sambil menggembala, pikiran Sayyiduna Muhammad ﷺ menerawang, 


"Siapa yang menciptakan bintang-bintang yang begitu kemilau? Siapa yang membuat udara untuk kuhirup? Siapa yang membuat jantungku berdetak? Siapa yang membuat matahari mengejar bulan dan bulan mengejar matahari?"


Ribuan pertanyaan seperti itu membuat Habibuna Muhammad ﷺ selalu sibuk berpikir. Hal itu membuat akhlak beliau terjaga demikian baik dari perbuatan buruk yang sering terjadi di Mekah. 


Pada saat itu, orang menyembah patung di mana-mana, laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri sering pergi berduaan, orang-orang melakukan thawaf tanpa busana, pesta mabuk-mabukan setiap malam, dan masih banyak keburukan lain.


Meski demikian, pernah juga Baginda Muhammad  ﷺ ingin pergi ke kota untuk melihat sebuah pesta pernikahan.


"Tolong jaga kambing-kambingku," pinta Sayyiduna Muhammad ﷺ kepada seorang teman gembalanya.


"Baiklah, memang sudah giliranmu yang pergi bersenang-senang," kata teman Baginda Muhammad ﷺ. 

"Selama ini, kami selalu ada di padang gembala seperti seorang pertapa."


Baginda Muhammad ﷺ pun pergi memasuki Mekah.


Di ujung kota, ia melihat ada sebuah pesta pernikahan yang dipenuhi berbagai hiburan dan musik.


Namun, belum sempat Baginda Muhammad ﷺ tiba di rumah itu, tubuhnya tiba tiba disergap keletihan. Sayyiduna Muhammad ﷺ duduk bersandar di dinding dan tertidur lelap sampai pagi. Ia tidak sempat melihat tontonan di pesta sedikit pun.


Esok harinya, Sayyiduna Muhammad ﷺ datang lagi ke Mekah dengan maksud yang sama. Kali ini, sebelum ia tiba di tempat pesta, telinganya mendengar musik indah yang turun dari langit, musik yang jauh lebih indah daripada semua musik di dunia ini. Musik itu membuai Baginda Muhammad ﷺ dan ia pun kembali tertidur.


Sejak itu, Habibuna Muhammad ﷺ tidak lagi berminat untuk melihat pertunjukan musik di pesta. Agar terhindar dari kenakalan yang sering dibuat para pemuda seusianya.


Akhlak Habibuna Muhammad ﷺ yang demikian baik selagi muda membuatnya disayang dan dipercaya semua orang hingga ia pun dijuluki *Al Amin*, artinya "Yang Dipercaya".



Bersambung


-

[8/12 17:49] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 20


*Khadijah*


Namanya Khadijah binti Khuwalid. Sosoknya cantik dan anggun. Setelah ayah dan ibunya meninggal, saudara-saudara Khadijah saling membagi harta kekayaan peninggalan orangtuanya. Namun,  Khadijah sadar bahwa kekayaan dapat membuat orang hidup menganggur dan berfoya-foya. 

Dia dikaruniai kecerdasan yang luar biasa dan kekuatan sikap untuk mengatasi godaan harta. Maka dari itu, Khadijah pun memutuskan untuk membangun kekayaannya sendiri berbekal warisan orangtuanya. 

Tidak lama kemudian, Khadijah telah membuktikan bahwa kalau pun tidak mendapat harta warisan, dia mampu mendapatkan kekayaan itu dari hasil jerih payahnya sendiri.


Dengan harta yang diperolehnya, Khadijah membantu orang-orang miskin, janda, anak-anak yatim, dan orang-orang cacat. Jika ada seorang gadis yang tidak mampu, Khadijah menikahkan dan memberi mas kawinnya. Khadijah lembut dan ramah. Walau menjadi pemimpin tertinggi dalam menjalankan bisnis keluarga sepeninggal Ayahnya, dia juga mau menerima saran-saran orang lain. Khadijah tidak menyukai adanya jarak hubungan antara atasan dan bawahan. Dia menganggap bawahan sebagai rekan kerja yang pantas dihormati.


Khadijah sendiri selalu tinggal di rumah. Karena itu, biasanya dia minta bantuan seorang agen, jika sebuah kafilah sedang dipersiapkan untuk pergi ke luar negeri. Orang yang dimintai bantuan itu bertanggungjawab membawa barang-barang dagangannya untuk dijual ke pasar-pasar asing. Khadijah sangat teliti memilih seorang agen. Dia juga sangat lihai merencanakan waktu keberangkatan kafilah dan tempat tujuannya sebab barang akan terjual dengan cepat pada waktu dan tempat yang tepat.


Begitu suksesnya Khadijah sebagai seorang saudagar, sampai-sampai jika sebuah kafilah Quraisy berangkat dari Mekah, bisa dipastikan lebih dari separuhnya adalah harta perdagangan milik Khadijah. Dia seperti mempunyai sentuhan emas. Diibaratkan jika dia menyentuh debu, debu ini akan berubah menjadi "emas". Karena itu penduduk Mekah menjulukinya "Ratu Quraisy" atau "Ratu Mekah".


Kalau hanya kekayaan yang menjadi ukuran, tentu Allah ﷻ tidak akan menjadikan Khadijah *(kelak)* sebagai istri seorang rosul. Pasti ada sifat lain yang lebih utama yang membuatnya sepadan dengan Nabi Muhammad ﷺ.


Catatan


Sebuah kafilah dagang pada masa itu ibarat kampung bergerak.  Hewan beban berjumlah 1000 sampai 2500 ekor dan diiringi seratus sampai tiga ratus orang. Kafilah perlu organisasi yang baik, biaya besar, dan keberanian yang cukup. Jika ada perampok, seluruh anggota kafilah harus berani menyabung nyawa untuk mempertahankan harta yang dibawanya.


*Wanita Suci*


Khadijah mempunyai seorang paman bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sanak saudara Khadijah yang paling tua. Dia Sangat mengutuk kebiasaan bangsa Arab Jahiliah yang menyembah berhala sehingga menyimpang jauh dari apa yang diajarkan Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَّلَام dan Nabi Ismail عَلَيْهِ السَّلَام. Waraqah sendiri adalah hamba Allah ﷻ yang setia dan lurus. Dia tidak pernah meminum minuman keras dan berjudi.  Dia murah hati terhadap orang-orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.


Khadijah sangat terpengaruh pemikiran Waraqah bin Naufal. Khadijah juga sangat membenci berhala dan patung-patung sesembahan. 

Bersama beberapa keluarganya, Khadijah adalah pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَّلَام dan Nabi Ismail عَلَيْهِ السَّلَام. 


Jika mendengar ada seorang anak perempuan akan dikubur hidup-hidup. Waraqah dan Khadijah akan segera menemui sang Ayah dan mencegah perbuatannya. Jika kemiskinan yang menjadi alasan rencana pembunuhan itu, Khadijah dan Waraqah akan membeli anak itu dan membesarkannya seperti anak kandung sendiri.


Sering kali beberapa waktu setelah itu, ayah si anak menyesali perbuatannya dan mengambil putrinya kembali. Waraqah dan Khadijah akan memastikan dulu bahwa anak itu akan diasuh dengan benar dan disayangi, setelah itu barulah dia mengizinkan sang Ayah membawa pulang anaknya kembali.


Budi pekerti Khadijah yang agung, santun, lembut dan penuh keteladanan ini membuat semua orang menjulukinya juga sebagai *Khadijah At Thahirah* atau Khadijah yang suci. 

Pertama kalinya dalam bangsa Arab seorang wanita dijuluki demikian, padahal orang Arab pada masa jahiliah itu sangat mengagungkan laki-laki dan merendahkan wanita.


Catatan


Selain Khadijah, ada pula beberapa saudagar wanita terkenal. 

Di antaranya adalah: 

~ Hindun, istri Abu Sofyan dan 

~ Asma binti Mukharribah, ibu Abu Jahl. 


Para Saudagar wanita ini biasanya juga menjual keperluan wanita, seperti pakaian, parfum, perhiasan emas dan perak, permata dan obat-obatan. Barang-barang ini tidak memerlukan banyak ruang, ringan dan laku keras di mana-mana.



Bersambung


-

[11/12 14:59] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 21


*Pembicaraan Abu Thalib*


Pada musim semi tahun 595 Masehi, para pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah perdagangan musim panas mereka, untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah juga sedang mempersiapkan barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang untuk menjadi pemimpin kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu pun yang berkenan di hatinya.


Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi Khadijah dan menawarkan kepadanya Sayyiduna Muhammad ﷺ, keponakannya yang baru berusia 25 tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu bahwa Habibuna Muhammad ﷺ belum cukup berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Sayyiduna   Muhammad  ﷺ lebih dari sekadar mampu. 


Sebagaimana penduduk Mekah yang lain, Khadijah pun telah mendengar nama Baginda Muhammad ﷺ. Satu hal yang Khadijah yakin adalah kejujuran Habibuna Muhammad ﷺ. Bukankah orang Mekah menjulukinya "Al Amin" atau "Orang yang bisa dipercaya". Maka, Khadijah menyetujui tawaran Abu Thalib. Bahkan ia hendak memberi imbalan dua kali lipat kepada Sayyiduna Muhammad ﷺ dari yang biasa diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib pulang dengan gembira.


Segera saja Abu Thalib dan Sayyiduna Muhammad ﷺ menemui Khadijah yang kemudian menerangkan tentang seluk beluk perdagangan. Otak Baginda Muhammad ﷺ yang cerdas bekerja dengan tangkas. Ia segera memahami semuanya. Tidak satu penjelasan pun yang ia minta untuk diterangkan ulang.


Maka, kafilah pun disiapkan dengan suara riuh rendah. Khadijah menyertakan seorang pembantu laki-lakinya yang terpercaya, Maisarah, untuk mendampingi Habibuna Muhammad ﷺ di perjalanan. Diantar Abu Thalib dan paman-pamannya yang lain, Sayyiduna Muhammad ﷺ datang pada hari yang telah ditentukan. Mereka disambut seorang paman Khadijah yang sedang menanti mereka dengan surat-surat perdagangan.


Pemimpin kafilah membunyikan tanda dan semuanya segera berangkat. Pada musim panas, kafilah Mekah berangkat menjelang senja dan terus berjalan pada malam hari. Mereka beristirahat pada siang hari karena perjalanan siang akan sangat melelahkan semua orang. 

Maka, berangkatlah J Muhammad ﷺ menempuh jalur yang pernah ditempuh bersama pamannya 13 tahun yang lalu.


*Imbalan untuk Baginda Muhammad ﷺ*


Imbalan yang diberikan Khadijah untuk seorang agen adalah dua ekor unta. Akan tetapi, Abu Thalib minta empat ekor unta. Maka, Khadijah pun menjawab, 

"Kalau permintaan itu bagi orang yang jauh dan tidak kusukai saja akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai."


*Berdagang ke Syam*


Dalam perjalanan, Sayyiduna Muhammad ﷺ mengenali bahwa Maisarah adalah teman yang baik. Dengan senang hati, Maisarah menunjukkan dan menceritakan sejarah berbagai tempat menarik yang mereka lewati. Habibuna Muhammad ﷺ juga menemui bahwa anggota kafilah yang lain sangat ramah dan akrab terhadapnya. 

Setelah satu bulan berjalan, tibalah mereka di Syria.


Setelah beristirahat beberapa hari, mulailah para pedagang menuju ke pasar. Walaupun ini adalah pengalaman pertama. Baginda Muhammad ﷺ sama sekali tidak bingung dengan tugasnya. Maisarah tercengang melihat kelihaian Sayyiduna Muhammad ﷺ mengambil keputusan, pikirannya yang tajam, serta kejujurannya. Semua barang yang mereka bawa laku terjual dengan jumlah keuntungan yang belum pernah didapatkan Khadijah sebelum itu. 

Setelah itu, Baginda Muhammad ﷺ membeli barang-barang berkualitas yang akan dibawa pulang ke Mekah untuk dijual dengan harga tinggi.


Di Syria, setiap orang yang berjumpa dengan Sayyiduna Muhammad ﷺ pasti sangat terkesan olehnya. Penampilan Habibuna Muhammad ﷺ sangat memesona, ramah, dan sangat besar perhatiannya pada setiap orang. Di tengah-tengah kesibukan itu, Maisarah melihat bahwa Habibuna Muhammad ﷺ selalu memanfaatkan setiap waktu senggang untuk menyendiri dan berpikir. Ini benar-benar tidak lazim bagi Maisarah. Ia tidak menyadari bahwa tuan mudanya ini memang sangat terbiasa meluangkan waktu untuk memikirkan nasib umat manusia.


Sayyiduna Muhammad ﷺ juga amat heran melihat perpecahan berbagai kelompok Nasrani di Syria. Setiap masing-masing dari mereka memiliki jalan dan pendapat sendiri padahal seharusnya mereka bergabung dalam satu kelompok. Manakah yang paling benar dari semuanya itu. Pikiran-pikiran seperti ini membuat mata Baginda Muhammad ﷺ selalu terbuka pada saat orang-orang lain terlelap tidur.


Akhirnya, waktu untuk pulang pun tiba. Oleh-oleh untuk handai tolan pun dibeli dan semua barang dikemas. Waktu pulang adalah waktu yang paling menggembirakan karena mereka akan berjumpa lagi dengan orang-orang tercinta di kampung halaman. Mereka tidak sabar lagi mendengar tawa ria anak-anak mereka saat kembali nanti dan mereka sadar jika waktu itu tiba, tidak akan kuat lagi mereka menahan air mata.


*Hari Jum'at*


Hari Jum'at pada zaman jahiliyah adalah hari bersuka ria di seluruh jazirah. Semua orang sibuk di pasar. 

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, pernah terjadi, khutbah Jum'at Rasulullah ﷺ hampir terganggu, karena saat itu datang kafilah membawa barang dagangan. 

Pada hari Jum'at, semangat berdagang mengaliri darah semua orang pada saat itu.


[12/12 17:37] ‪+62 813-1281-1890‬: --


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 22


*Perasaan Khadijah*


Setelah beberapa bulan, kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al Zahran, sehari perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah untuk memberi laporan perdagangan. Habibuna Muhammad ﷺ pun demikian. Ia lebih dulu tiba di Mekah. Namun, sebelum bertemu Khadijah, ia berthåwaf dulu tujuh keliling mengelilingi Ka'bah.


Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Sayyiduna Muhammad ﷺ pun melaporkan hasil penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam perjalanan. Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh Baginda Muhammad ﷺ, tetapi itu belum seberapa. Setelah Sayyiduna Muhammad ﷺ pulang, Maisaråh menceritakan sendiri kesan-kesannya terhadap Habibuna Muhammad ﷺ.


"Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa depan. Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga sangat jujur dan sopan," demikian sebagian kisah Maisaråh.


Khadijah betul-betul sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang dan mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Sayyiduna Muhammad ﷺ. Ada hal yang aneh pada diri Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis. Akan tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil. Yang dibicarakan Maisarah kali ini hanya tentang Baginda Muhammad, Muhammad, dan Muhammad ﷺ. Padahal, keuntungan yang mereka dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki "Sentuhan Emas", tepatlah apabila Baginda Muhammad ﷺ disebut memiliki "Sentuhan penuh berkah". 


Ketika Waraqah telah mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-sungguh. Setelah cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah, 


"Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai Muhammad dan juga dari apa yang kulihat sendiri, aku berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan Allah. Mungkin dialah yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di antara para rasul pada masa yang akan datang."


*Pernikahan Agung*


Khadijah memiliki teman seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah tahu setelah suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya, namun Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang diinginkan Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada satu laki-laki yang seperti itu di Mekah, ia adalah Habibuna Muhammad ﷺ.


Karena itulah, begitu Khadijah membuka diri kepadanya tentang Baginda Muhammad ﷺ, Nafisah tidak terkejut lagi. Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan Sayyiduna Muhammad ﷺ tentang dirinya. Maka, ketika Baginda Muhammad ﷺ dalam perjalanan pulang dari Ka'bah, Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya, 


"Wahai Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda dari Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak. Mengapa Anda tidak menikah?"


"Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk menikah."


"Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah dengan Anda walaupun Anda belum mampu?"


Sayyiduna Muhammad ﷺ balik bertanya dengan sedikit terperangah, 

"Siapakah wanita itu?"


Nafisah tersenyum, "Wanita itu adalah Khadijah putri Khuwailid."


Alis Baginda Muhammad ﷺ tambah terangkat, 


"Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu bahwa banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?"


"Jika Anda mau menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus semuanya."


Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Habibuna Muhammad ﷺ pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun dilangsungkan. 

Sebagai pengantin, Baginda Muhammad ﷺ datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia.


*Perawakan Nabi Muhammad ﷺ*


Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. Sementara itu, kaum wanita Bani Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita.


Rumah Khadijah yang megah saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang digantung dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.  


Semua pembantu Khadijah diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang datang menjelang sore hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak.


Khadijah sendiri begitu anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan pakaian pengantin yang sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah wakil mempelai laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin Naufal adalah wakil pengantin wanita.


Tidak ada laki-laki segagah Sayyiduna Muhammad ﷺ. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat. Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat.  Hidungnya halus dengan barisan gigi yang bercelah-celah.

Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal. Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya.



Bersambung


-

[12/12 17:38] ‪+62 813-1281-1890‬: -


*KISAH RASULULLAH ﷺ*


Bagian 23


*Sifat Baginda Muhammad ﷺ*


Sayyiduna Muhammad ﷺ telah mendapat karunia Allahﷻ  dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda tidak kaya, Allah ﷻ telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang mencukupi.


Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy. 


Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Sayyiduna Muhammad ﷺ yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.


Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan masyarakat membuat orang semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat kehormatan demikian itu, Baginda Muhammad ﷺ  tetaplah seorang yang rendah hati. Itu adalah sifatnya yang menonjol. Jika ada yang mengajaknya berbicara, tidak peduli siapa pun itu, ia akan mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan dengan hati-hati, Habibuna Muhammad ﷺ bahkan memutar badannya untuk menghadap orang yang mengajaknya berbicara.


Semua orang tahu bahwa bicara Baginda Muhammad ﷺ sedikit. Ia justru lebih banyak mendengarkan pembicaraan orang lain. Selain bicara, Habibuna Muhammad ﷺ bukanlah orang yang tidak bisa diajak bergurau. Ia sering juga membuat humor dan mengajak orang lain tertawa, tetapi apa yang ia katakan dalam bergurau sekali pun adalah sesuatu yang benar.


Orang menyukai Sayyiduna Muhammad ﷺ yang apabila tertawa, tidak pernah sampai terlihat gerahamnya. Apabila marah, tidak pernah sampai tampak kemarahannya. Orang tahu ia marah hanya dari keringat yang tiba-tiba muncul di keningnya. Baginda Muhammad ﷺ selalu menahan marah dan tidak menampakkannya keluar.


Orang-orang menyayangi Habibuna Muhammad ﷺ karena ia lapang dada, berkemauan baik, dan menghargai orang lain. Ia bijaksana, murah hati, dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Namun, dibalik semua kelembutan itu, ia mempunyai tujuan yang pasti, berkemauan keras, tegas, dan tidak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian berpadu dalam dirinya sehingga menimbulkan rasa hormat yang dalam bagi orang-orang yang bergaul dengan Baginda Muhammad ﷺ.


*Mahar  Pernikahan*


"Saksikanlah para hadirin," kata Waraqah bin Naufal dengan suara agak keras. "Saksikanlah bahwa aku menikahkan Khadijah dengan Sayyiduna Muhammad ﷺ, dengan mas kawin senilai 12 ekor unta betina."


*Kambing Sedekah*


Setelah upacara resmi pernikahan selesai, Habibuna Muhammad ﷺ memerintahkan agar seekor kambing disembelih di depan pintu rumah Khadijah dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin. Itu belum termasuk para undangan yang menghadiri jamuan pada malam harinya.

Jadi, selain diundang jamuan makan, fakir miskin pun dapat membawa pulang ke rumah beberapa kantung daging.


*Baqum Si Pedagang Romawi*


Sayyiduna Muhammad ﷺ bukankah orang yang suka berpangku tangan, tetapi aktif bergaul dalam masyarakat. Suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang membuat nama Baginda Muhammad ﷺ menjadi semakin harum. Peristiwa itu didahului oleh banjir besar yang melanda Mekah. Bukit-bukit di sekitar Mekah tanpa ampun menumpahkan air hujan yang jarang turun itu ke kota yang tepat berada di bawah. Banjir itu menyebabkan dinding Ka'bah yang memang sudah lapuk jadi retak dan terancam runtuh.


Sebenarnya, sebelum banjir tiba, sudah ada gagasan untuk memperbaiki Ka'bah, tetapi orang-orang takut apabila Tuhan Ka'bah marah. Setelah banjir, tidak bisa dielakkan lagi bahwa dinding Ka'bah harus diperbaiki dan ditinggikan. 

Sudah menjadi takdir Allah bahwa waktu itu juga tersiar berita ada sebuah kapal Romawi terdampar di laut Merah, dekat dengan pelabuhan Syu'aibah. Kapten kapal Romawi itu adalah seorang Nasrani yang berasal dari Mesir. Baqum, namanya.


Orang-orang Mekah mengutus Walid bin Mughirah dan serombongan orang untuk membeli kapal itu, membongkar kayu kayunya, dan mengangkutnya untuk membangun kembali Ka'bah. Baqum pun akhirnya dikontrak sebagai ahli kayu.


Pada mulanya, tidak seorang pun berani membongkar dinding Ka'bah walau sedikit, karena takut dikutuk Tuhan. Mungkin mereka masih ingat dengan jelas apa yang menimpa Abrahah dan pasukan gajahnya saat ingin menghancurkan Ka'bah. 

Akan tetapi, akhirnya, Walid bin Mughirah memberanikan diri merombak sudut bangunan bagian selatan. Setelah itu, ia menunggu sampai besok. Ketika pagi tiba dan ia tidak juga dikutuk, mereka pun mulai melakukan pembenahan Ka'bah.



Bersambung





-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Temu Kangen Alias Reunian SMA Cimindi

Amalan Anak Kunci Pembuka Khasanah Langit dan Bumi

KEBUN TEH PANGHEOTAN CIKALONG WETAN