Anak Kita Milik Siapa

Benarkah Anak Bukan Milik Kita? Ini Jawabannya….

latih




Khalil Ghibran mengatakan, “Anak kita bukan milik kita. Dia akan hidup di satu zaman yang berbeda dengan zaman kita.” Anak kita ibarat anak panah yang dilepas dari busurnya. Ia melesat ke arah yang tidak diketahui oleh si busur.

Gambaran ini relevan dengan segala zaman. Anak kita bukan milik kita, dia akan (mungkin sudah) lepas dari kita. Dia berpisah dengan orang tuanya. Tak tahu kelak jadi apa, hidup, dan mati dimana. Anak kita bukan milik kita. Ia “dipinjami “ Allah. Jika  sewaktu-waktu diminta kembali, kita harus rela, tidak boleh menggenggamnya. Kita harus ikhlas. Allah lebih berhak memiliknya karena Dia pemilik anak kita.

Kewajiban orang tua bukan mendekap anak kuat-kuat sebab bagaimanapun kerasnya dekapan itu , pada akhirnya melesat juga. Setidaknya pindah ke “busur” yang lain, misalnya ikut istri atau dibawa suami yang dicintai. Tugas orangtua hanya membekali mereka dengan bekal yang baik agar elok dipandang. Anak seperti itu  kalau melesat dari busurnya, melesat ke arah lurus dan tepat sasaran. Orang tua senang.

Kita berhak mencintainya, tetapi cinta yang baik bukan berarti dibiarkan berbuat salah, khilaf dan maksiat. Kita boleh menimangnya tetapi kelak lepas juga. Anak perlu diasah agar bisa tajam pikirannya, tajam hatinya dan baik perilakunya. Al Quran melukiskan, anak yang baik seperti intan yang menyenangkan dipandang. Perilakunya memantulkan kilau sinar yang menawan, magnit pribadinya kuat, bicaranya santun dan lembut.

Kita tidak boleh apriori terhadap perkembangan anak, membiarkan apalagi menelantarkannya, orang bijak menganggap anak adalah hasil jerih payahnya. Kalau kita dititipi anak lantas kembali kepada-Nya dalam keadaan jelek, kelak kita ditanya mengapa bisa begitu, dan dimintai pertanggungjawaban.










Maka, doa yang senantiasa dilantunkan orang tua, “ Ya Allah jadikan anak-anak dan istri kami enak dipandang, dan jadikan mereka pemimpin bagi orang bertaqwa.  Kedudukan anak bermacam-macam. Ada yang menjadi hiburan bagi orang tuanya. Anak yang demikian selalu memiliki kisah sukses sehingga orang tuanya merasa senang melihat dan mendengar cerita anaknya. Ia berbakti penuh ketulusan, tidak ada kata –kata kasar apalagi perilaku menyakitkan orang tua. Sebagai orang yang melahirkan dan memeliharanya sejak kecil, orang tuanya benar-benar terhibur oleh anaknya sehingga kalau tidak bertemu beberapa waktu saja merasa ada kerinduan mendalam. Anda masuk kategori ini?

Ada juga sebagai cobaan bagi orang tuanya. Ia hadir menjadi “ganjalan” bagi orang tuanya. Pikirannya, ucapan, dan perilakunya terasa tidak menyenangkan bagi orang tuanya. Biasanya anak seperti ini membuat orang tuanya tidak bahagia. Penulis sering menjumpai anak seperti ini. Ia selalu menuntut haknya, sementara kewajibannya sebagai anak yang harus berbakti kepada orang tua tidak dijalaninya.

Ada juga anak sebagai fitnah. Ini kebalikan dari pertama. Sepanjang waktu selalu menggoda orang tuanya sehingga derai tangis mewarnai kehidupan orang tuanya. Anak seperti ini hidupnya tidak akan barokah. Apa yang diraih sifatnya semu. Bisa jadi, kelak perjalanan hidupnya jatuh ke jurang kehancuran mendalam. Begitu juga di akhirat kelak termasuk menyesal sedalam-dalamnya. Sebagai orang tua, perlu mengawal perjalanan anak dengan doa agar menjadi anak yang menyenangkan bagi hati orang tuanya.

Membangunkan Keluarga📥

mari sambut bulan suci ramadhan📥

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Temu Kangen Alias Reunian SMA Cimindi

Amalan Anak Kunci Pembuka Khasanah Langit dan Bumi

KEBUN TEH PANGHEOTAN CIKALONG WETAN